…”Jika ada yang bersedekah dalam jumlah besar, mereka bilang itu sifat pamer. Sebaliknya saat memberi dalam jumlah kecil disebut pelit. Malah ada yang mengejek, katanya Allah itu besar, mengapa dia butuh pemberian dalam nilai yang kecil”…
Salah satu ciri orang bertakwa itu orang yang rajin berinfaq dan bersedekah. Sedekah berarti tanda syukur atas Rahmat Allah. Sehabis membaca Al-Quran kita tutup dengan kalimat shadaqolloh al Adzim, maha benar Allah dengan segala firman-NYA. Sehingga sedekah juga bagian dari pengakuan atas kebenaran Allah.
Sedekah adalah berbagi, sehingga banyak yang beranggapan harus kaya, berpunya baru bisa bersedekah. Nabi membenarkan anggapan itu dengan berkata, bersedekahlah walau hanya sebiji kurma. Artinya tidak ada batasan harus kaya dulu baru berbagi, karena sekecil apapun bisa jadi bahan sedekah.
Tetapi kaum munafik menertawakan asas sedekah. Jika ada yang bersedekah dalam jumlah besar, mereka bilang itu sifat pamer. Sebaliknya saat memberi dalam jumlah kecil disebut pelit. Malah ada yang mengejek, katanya
Allah itu besar, mengapa dia butuh pemberian dalam nilai yang kecil. Inilah yang membedakan cara pandang orang Muslim dengan kaum munafik dalam melihat sedekah.
Lalu ada yang bertanya, kenapa tetangga saya orangnya bertakwa tetapi pelit. Jelas tidak mungkin, karena ciri orang bertaqwa itu adalah yang rajin berinfaq.
Sedekah berarti memberi, berbagi. Ada seorang pelit, tidak mau berbagi dengan alasan sudah bersedekah kepada keluarganya. Tentu ini keliru karena suami menafkahi istri, ayah memberi makan anak merupkan kewajiban.
Bagaimana jika sebaliknya? Seorang sahabat, Abdullah ibnu Mas’ud, memiliki istri yang sholehah. Ia rajin mengikuti pengajian Rasululllah. Suatu hari Nabi berceramah soal faedah sedekah. Istri Abdullah lalu pulang ke rumah, masuk kamar dan pergi lagi. Abdullah bertanya, kemana lagi. Kata istrinya, aku cuma mengambil uang, dan pergi untuk bersedekah. Kata Abdullah, ngapain jauh-jauh. Aku lagi tidak punya uang, sedekah saja kepadaku. Kata istrinya, apa nanti ada pahalanya.
Keduanya lalu menemui Nabi. Kata Nabi, kamu akan mendapat 2 pahala. Satu pahala sedekah dan satu lagi pahala mengokohkan hubungan keluarga. Tetapi Nabi mengingatkan harta yang disedekahkan sang istri adalah harta yang ia peroleh sendiri, bukan pemberian suaminya.
Nah, sumber rezeki untuk bersedekah juga penting. Sedekah harus bersumber dari hal yang halal. Jangan nanti ada yang korupsi 100 juta, lalu 30 juta disedekahkan agar pahala dan dosa seimbang. Ada pahala, tentu tidak karena sunbernya tidak halal. Dengan rezeki yang halal dan keikhlasan, Insya’Allah hidup kita sekeluarga mendapatkan keberkahan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kata Nabi, hendaklah setipa Muslim bersedekah. Sahabat bertanya, bagaimana jika tak ada harta yang akan disedekahkan. Nabi menjawab, sedekahlah dengan tenaga. Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang gemar blusukan suatu kali pergi ke pasar. Seorang yang membutuhkan tenaga angkut mengira ia adalah kuli. Saat dalam perjalanan membawa barang, seorang lainnya mengenali dan menyapanya. Orang yang menyuruh angkat tadi menyesal. Kata Umar, tidak apa-apa, itu adalah sedekahku kepadamu.
Harta tak punya, tenaga pun tak kuat. Kata Nabi, “Hendaklah ia menolong orang yang terdesak oleh kebutuhan dan yang mengharapkan bantuannya.”
Contohnya, membantu orang menyeberang, dan menyingkirkan duri di jalan.
Sahabat bertanya lagi, bagaimana jika hal itu pun tak bisa karena ada keterbatasan fisik. Kata Nabi, gunakan lisanmu untuk menganjurkan berbuat baik. Misalnya mengajari atau menegor orang agar tidak membuang sampah sembarangan.
Jika tidak mampu juga, sedekahlah dengan senyuman. Atau berbicara dengan hal dan cara yang baik. Di era sosmed, bersedekah juga bisa dengan menulis hal-hal yang baik. Selain untuk bersedekah, bicara hal yang baik juga menghindarkan kita dari
ghibah dan hal yang menyakiti orang lain.
Mari berbagi, karena untuk medapatkan rezeki yang kita peroleh, ada partisipasi pihak lain. Juga tentunya izin dari rahmat dari Allah SWT. Jadilah orang dermawan di bulan Ranadan, dan tetap dermawan di bulan-bulan yang lain.
Disclaimer:
Disarikan dari cermah Ustaz Ahmad Yani, yang disampaikan di Mesjid Bimantara 26 April 2022/ 24 Ramadan. Isi tulisan hasil pemahaman penulis.