Kencana itu emas, wingka itu pecahan genteng. Jika menyangkut orang yang dicintai juara tingkat RT pun akan diagungkan. Sebaliknya jika menyangkut orang yang dibenci, raihan sebesar apapun harus dicari celah mengecilkannya.
Pembalap kelahiran Selandia Baru, Mitch Evans, menerima piala dari tangan Presiden Jokowi. Pebalap dari tim Jaguar TCS itu lalu mengangkat bangga piala Formula E di Jakarta International E-Circuit Ancol. Tak ada sampanye untuk disiramkan. Ini sama seperti di balapan MotoGP dan World Superbike Mandalika.
Sehabis menyerahkan piala, Presiden menyampaikan apresiasi dan rasa syukur atas kesuksesan penyelenggaraan perhelatan balap listrik itu.
Sukses? Tahan dulu, check your bias. Ukuran sukses itu bisa berbeda-beda, tergantung pada algoritma sosmed yang anda ikuti. Kita bisa melihat keseruan dan penonton yang memadati panggung. Tapi kita juga bisa melihat bangku-bangku yang kosong atau hanya diisi segelintir penonton. Itu tergantung akun siapa yang anda follow
Ajang Formula E memang jadi ajang perbedaan pendapat yang sangat tajam. Mulai dari rencana gelaran di Monas, lalu persiapan pindah ke Ancol yang ditandai dengan aksi Giring terperosok dan ketemu kambing, hingga soal pawang Rara dan soal sponsor.
Polarisasi kental, hitam dan putih membuatku ingat cerita kencono wingko yang dikenalkan Umar Kayyam di “Mangan ora Mangan sing Penting Ngumpul”. Kencana itu emas, wingka itu pecahan genteng. Jika menyangkut orang yang dicintai juara tingkat RT pun akan diagungkan. Sebaliknya jika menyangkut orang yang dibenci, raihan sebesar apapun harus dicari celah mengecilkannya.
Nuansa politik pun lebih menonjol ketimbang kampanye energi ramah lingkungan. Gubernur Anies pun dituding menaikkan citra diri sebagai persiapan Nyapres. Sebaliknya, penolakan Menteri Erick untuk menjadi sponsor dianggap penjegalan agar pamor Anies tenggelam.
Tapi lagi-lagi itulah kencono wingko, tergantung pada algoritma. Gak heran kehadiran Presiden, Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua Umum Parpol yang sejatinya biasa di acara-acara “berbelok” seolah ajang konsolidasi politik.
Kata penyuka balapan, mau World Superbike, MotoGP, Formula E harusnya dimaknai sebagai kebanggaan bangsa. Tapi 2024 sudah makin dekat, apapun harus dipolitisasi. Baca saja semua dengan tenang dan kepala dingin. Karena itu sudah biasa.