Barang siapa yang meninggalkan rumah untuk mudik selepas subuh, maka terhadapnya wajib solat Jumat. Hati-hati, jangan sampai mudik yang diniatkan sebagai hal baik untuk silaturrahmi, justru melalaikan hal wajib.
Sebentar lagi kita akan memasuki masa-masa mudik menjelang lebaran. Lebaran pun boleh jadi akan jatuh pada hari Jumat. Organisasi Muhammdyah sudah memutuskan 1 Syawal pada Jumat 21 April 2023. Sementara pemerintah masih menunggu sidang istbath pada 20 April nanti. Jika berbeda hari, maka pada hari Jumat akan ada yang berlebaran dan ada yang masih di perjalanan.
Perintah wajib sholat Jumat terdapat dalam Al Qur’an surat Al-Jumu’ah: 9 Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Siapa saja yang wajib solat Jumat disebutkan Rasul, “Sholat Jum’at merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, yang dilaksanakan dengan berjama’ah, kecuali empat orang yaitu hamba sahaya, wanita, anak kecil, dan orang sakit”. (HR. Abu Dawud)
Jumhurul ulama kemudian membuat aturan, Jumatan wajib bagi lelaki Muslim, sudah baligh, berakal (tidak gila), merdeka, sehat, dan berdiam atau bermukim di tempat tersebut. Aturan harus bertempat tinggal, memberi kebebasan bagi musafir untuk terlepas dari kewajiban.
Musafir seolah memiliki keistimewaan. Tetapi musafir macam apa yang gugur kewajiban Jumat, boleh meng-qoshor solat wajib, dan boleh tidak puasa? Latar belakang hadits tentang jarak adalah ketika Rasulullah SAW dan para sahabat dari Madinah dan berbagai negeri di luar kota Mekkah melaksanakan ibadah haji di tahun kesepuluh hijriyah. Saat itu Rasul meng-qashar sekaligus menjamak shalat-shalat ruba’iyah.
Namun Rasulullah SAW melarang penduduk lokal Mekkah untuk meng-qashar solat, dengan dasar karena mereka tidak sedang dalam safar. Kata Rasul, jika mau meng-qashar atau menjamak solat, minimal jaraknya adalah antara Mekka dan Usafan.
Ulama di Indonesia kemudian mengkonversi jarak itu menjadi 90 pal, patok batu penanda jarak zaman Belanda, sekitar 89 kilometer. Meskipun konteks jarak dan jenis kendaraan sudah jauh berbeda antara zaman Rasul dengan era modern sekarang, hal meringankan ini tetap dipakai dalam fiqih safar.
Tetapi banyak yang kurang paham, atau mencari peluang mudah. Jika mau bepergian lebih dari 89 kilometer, langsung tidak puasa sejak mulai berangkat. Padahal aturan kemudahan ini bisa digunakan setelah keluar dari kota asal, sehingga ada kesempatan meneruskan puasa atau tidak tergantung sikon.
Bagi mereka yang belum lebaran hari Jumat, hati-hati luput kewajiban Jumatan. Barang siapa yang meninggalkan rumah untuk mudik selepas subuh, maka terhadapnya wajib solat Jumat. Karena hari Jumat ditandai dengan selesainya waktu solat subuh. Hati-hati, jangan sampai mudik yang diniatkan sebagai hal baik untuk silaturrahmi, justru melalaikan hal wajib.
Hukum Jumatan hari Lebaran
Bagaimana dengan yang berlebaran hari Jumat, ied bertemu ied. Sebagian mazhab mengacu pada kejadian zaman Nabi, bahwa Nabi membolehkan orang yang sudah solat iedul fitri tidak datang lagi saat solat Jumat. Tetapi khalifah Usman bin Affan menjelaskan, hal itu berlaku bagi sebagian orang. Saat itu para warga yang tinggal di lembah pinggiran Madinah diseru untuk solat Ied di mesjid Nabawi. Jika mereka pulang untuk berlebaran ke kampungnya, mereka tidak akan sempat datang lagi untuk jumatan. Dalam konteks itulah mereka diberi keringanan. Tentu ini tidak berlaku lagi, karena posisi mesjid dengan permukiman sangat dekat.
**
Disarikan dari ceramah Ustaz Zaki Umar yang disampaikan dalam Kajian Zuhur Ramadan mesjid Bimantara, 13 April 2023/ 22 Ramadan 1444. Isi tulisan hasil pemahaman penulis