Beranda » Berburu Hidayah Malam Seribu Bulan
AKSARA

Berburu Hidayah Malam Seribu Bulan

Banyak yang ikut cara Rasul tapi hanya pembenaran poligami saja. Padahal Nabi menikah lagi setelah Khadijah wafat, dan menduda selama 2 tahun. Menikahnya pun dengan Siti Saodah, perempuan yang usianya 10 tahun lebih tua dari Rasul. Ketika ada yang ingin mengikuti sunnah menikah lagi, diberikan syarat seperti yang dilakoni Rasul lalu menolak. 

Topik paling banyak dibahas di fase 10 hari terakhir Ramadan adalah Lailatul Qodar. Malam seribu bulan, yang penuh dengan keberkahan dan kemuliaan. Umat Islam memperbanyak ibadah, berdiam di mesjid membaca Quran, berzikir, dan berdoa semua untuk mencari hidayah dan rahmat Ilahi.

Firman Allah dalam Surat Al-Anam: 132, “dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan“. Artinya kita perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah untuk mendapat Lailatul Qodar.

Tidak ada satu pun orang yang tahu kapan waktu terjadinya lailatul qadar, karena peristiwa itu merupakan rahasia Tuhan Yang Maha Besar. Ada ragam cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkannya. Ada yang sejak awal ramadan sudah i’tiqaf. Banyak pula yang yang full 10 hari terakhir. Ada yang di malam-malam ganjil, dan ada pula hanya di malam 25 dan 27.

Baca juga:   Debu Riba di Penukaran Uang Lebaran

Lepas dari bulan ramadan semua bertanya-tanya, apakah aku mendapatkan malam mulia itu. Siapakah gerangan yang mendapatkannya, apa ciri-cirinya. Jika ada yang mengaku-aku mendapatkan lailatul qodar, dipastikan ia berbohong. Sebab itu rahasia Allah.

Tetapi kita bisa mengetahui ciri-ciri orang mendapat hidayah dari surat Ali Imran ayat 159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka”. Jadi, jika lailatul qodar adalah hidayah, maka ciri orang yg dapat hidayah, hatinya lemah lembut, dan jauh dari kebusukan. Jika masih mudah marah, tidak jujur, hidayah lailatul qodar belum hadir.

Meniru Kejujuran Rasul

Selain meningkatkan frekuensi dan kualitas ibadah, mendapat lailatul qodar harus dilakukan dengan melakukan kebaikan terus menerus. Kata Allah,  “Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan” (Al Araf:56). Pesan ini tidak hanya untuk umat Islam, tapi bagi seluruh umat manusia.

Jika pesan ini dikerucutkan hanya untuk kaum mukminin, kita tambah acuannya dari Al-ahzab ayat 21, yaitu “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Jauh sebelum menjadi Rasulullah, Muhammad sudah digelari sebagai al amin, orang yang dipercaya. Umat manusia bisa meniru kejujuran Muhammad. Ini hal sederhana tapi sulit dilakukan. Banyak yang ikut cara Rasul tapi hanya pembenaran poligami saja. Padahal Nabi menikah lagi setelah Khadijah wafat, dan menduda selama 2 tahun. Menikahnya pun dengan Siti Saodah, perempuan yang usianya 10 tahun lebih tua dari Rasul. Ketika ada yang ingin mengikuti sunnah menikah lagi, diberikan syarat seperti yang dilakoni Rasul lalu menolak.

Baca juga:   Jangan Semua Ikuti Nabi

Nah, melakukan kebaikan terus menerus, dengan acuanya meniru kebaikan Rasul menjadi salah satu cara mendapat rahmat dan hidayah.

Mukmin itu Bersaudara

Cara mendapat Rahmat Allah lainnya adalah mencintai sesama orang mukmin. Firman Allah, Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Mukmin yang bagaimana yang menjadi saudara kita. Ada 4 syarat, yakni Tuhannya sama, Rasulnya sama, kitabnya sama, dan kiblatnya sama. Di semua komunitas dan organisasi keislaman, pasti ada oknum pengganggu dan memecah belah persaudaraan. Percayalah, itu semua bukan karena aqidah, tapi kepentingan dunia. Maka perkuat iman Islam, jangan terganggu hanya karena perbedaan pilihan pada Pilpres, Pileg, dan Pilkada.

Tentu ada juga yang mempertentangkan sampai tahap tauhid. Padahal sesama umat Islam mencari jalan yang berbeda adalah kewajaran. Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung. (Al-Ma’idah: 35)

Mencari jalan adalah perintah Allah. Asalkan dengan keilmuan yang baik supaya bacaan terhadap teks dan konteks dari Quran dan Hadits  justru untuk memperdalam tauhid.

Baca juga:   Membunuh Mental Sukanta

Perdebatan dan Setan

Terakhir, jangan suka berselisih pendapat. Allah memberi rahmat kepada orang yang tak suka berselisih pendapat. Allah menyebut dalam Surat Hud: 118, “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat”. Nyatanya Allah justru menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal. Sabda Rasul, tinggalkan perdebatan, karena  itu dekat dengan setan.

Memperbanyak bacaan Al-Quran, berzikir, dan berdoa tidak hanya di bulan Ramadan, akan menjauhkan kita dari perbuatan dosa. Kata Rasul,  “Sesungguhnya Allah tidak melihat penampilan fisik, tetapi melihat kebersihan hati“. Jika fisik bersifat wahbi atau given, maka amal soleh dan kebaikan adalah potensi yang bisa digali dan ditingkatkan.

Semoga di Ramadan ini kita semakin bertakwa.

Disclaimer:

Disarikan dari ceramah Ustaz Yuke Sumeru yang disampaikan dalam Kajian Zuhur Ramadan mesjid Bimantara, 12 April 2023/ 21 Ramadan 1444. Isi tulisan hasil pemahaman penulis

TUKANG KOMBUR ON YOUTUBE

November 2024
S S R K J S M
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
252627282930